Friday 21 March 2008

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Strategi pembangunan Indonesia adalah peningkatan pemerataan pembangunan beserta hasil-hasilnya melalui arah kebijakan pembangunan sektoral dan pemberdayaan masyarakat (people empowering) terutama dipedesaan. Pembangunan desa bersifat multisektoral dalam arti pertama sebagai metode pembangunan masyarakat sebagai subyek pembangunan; kedua sebagai program dan ketiga sebagai gerakan masyarakat dalam melaksanakan pembangunan dilandasi oleh kesadaran untuk meningkatkan kehidupan yang lebih baik (Setyono, 2002:34). Berdasarkan catatan statistik diketahui bahwa hampir 80% penduduk di Indonesia bertempat tinggal dipedesaan. Dengan jumlah penduduk yang besar dan komponen alam yang potensial akan mendapakan asset pembangunan, apabila dikembangkan dan diaktifkan secara intensif dan efektif untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat desa.
Dalam Tap MPR No. IV Tahun 1999 tentang GBHN 1999-2004 mengamanatkan bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat terutama petani dan nelayan melalui penyediaan prasarana. pembangunan system agribisnis, industri kecil dan kerajinan rakyat, pengembangan kelembagaan, penguasaan teknologi dan pemanfaatan sumberdaya alam adalah untuk mempercepat pembangunan pedesaan. Untuk visi, misi, wawasan pembangunan, arah dan pendalaman pembangunan menurut GBHN 1999-2004 yang dimanteli dengan pembangunan daerah, maka dikembangkan salah satu program pembangunan pedesaan yang berakar dari masyarakat yaitu Dana Pembangunan Desa / Kelurahan (DPD/K)
Kebijakan dana pembangunan desa secara bottom up yang pada hakekatnya menjadi tidak lain dari suatu upaya politik developmentalism di desa, yang penyelenggaraannya ditekankan pada dua aspek yaitu pertama, menciptakan ruang atau peluang bagi masyarakat untuk mengembangkan dirinya; kedua, mengupayakan pemberdayaan masyarakat agar mampu memanfaatkan ruang/peluang yang tercipta (A.Gany, 2001:5). Namun terjadi democracy crisis, suatu kondisi dimana proses pengambilan keputusan (kebijakan) yang menyangkut hajat hidup masyarakat, berjalan tanpa keterlibatan substansial (Moko,2001:3). Pembatasan akses rakyat desa dalam arena pengambilan kebijakan (political decision), para pengambil kebijakan menempatkan diri layaknya pihak yang memiliki otonomi untuk mengambil keputusan, meskipun tanpa partisipasi politik dan persetujuan dari rakyat desa (Juliantara, 2003:13). Kebijakan didesa lebih merupakan konvensi yang secara inkremental dibangun atau berupa cetusan-cetusan pemikiran aparat yang secara spontan dan sedikit impulsif diterapkan sebagai arah gerak laju desa (Gaffar, 2002:2).
Mobilisasi partisipasi politik masyarakat melemah, yang ada hanya partisipasi pelaksanakan kegiatan gotong-royong, finansial masyarakat untuk kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan pemerintah desa. Partisipasi politik yang pluralistik dibatasi, partisipasi politik rakyat lebih diarahkan terutama pada penerapan program pembangunan yang dirancang oleh para elit penguasa (Mas’oed, 1997:16). Pelaksanaan program pembangunan desa oleh pemerintah telah membuat desa dan penduduknya menjadi semakin tidak berdaya secara politik. Proses pembangunan desa yang berjalan tidak menjadikan desa berubah, berkembang menjadi lebih baik dan lebih bermakna, namun sebaliknya. Ini menjadikan desa baik dari sosial, ekonomi maupun politik justru tetap berada dalam kemiskinan dan keterbelakangan. Pembangunan yang dimaksudkan untuk membuat rakyat semakin banyak punya pilihan tentang masa depan yang diinginkan, namun program pembangunan pedesaan yang ditentukan tidak menciptakan harapan atau kemungkinan pilihan masyarakat (public choice) desa.
Pembatasan partisipasi politik masyarakat dalam penerapan kebijakan pembangunan desa (Bangdes) berkaitan dengan masyarakat desa berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No.4 Tahun 1981 mengenai sistem perencanaan pembangunan desa yang dalam pelaksanaannya cenderung bersifat top down, yang tidak menciptakan pilihan dan harapan masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan menyangkut kepentingan masyarakat sangat minimal. Terjadi penyimpangan dari Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 26 Tahun 1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Bantuan Pembangunan Desa bahwa kebijakan pembangunan desa (Bangdes) digunakan untuk program yang diprioritaskan masyarakat desa.
Kartasasmita(1997), menyebutkan bahwa studi empiris banyak menunjukkan kegagalan pembangunan atau pembangunan tidak memenuhi sasaran karena kurangnya partisipasi (politik) masyarakat, bahkan banyak kasus menunjukkan rakyat menetang upaya pembangunan. Keadaan ini dapat terjadi karena beberapa hal: 1).Pembangunan hanya menguntungkan segolongan kecil orang dan tidak menguntungkan rakyat banyak bahkan pada sisi estrem dirasakan merugikan. 2).Pembangunan meskipun dimaksudkan menguntungkan rakyat banyak, tetapi rakyat kurang memahami maksud tersebut. 3).Pembangunan dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat dan rakyat memahaminya, tetapi cara pelaksanaannya tidak sesuai dengan pemahaman tersebut. 4).Pembangunan dipahami akan menguntungkan rakyat tetapi rakyat tidak diikutsertakan
Sehingga pergeseran kebijakan program dana pembangunan desa yang komprehensif perlu keterlibatan politik masyarakat secara efektif dan dukungan berbagai sektor terpadu termasuk dukungan infrastruktur ekonomi yang tangguh memihak kepada kepentingan masyarakat sangat diperlukan guna mengakhiri pembatasan akses rakyat dalam proses pembangunan desa. Kebijakan program dana pembangunan desa, menitikberatkan pada aspek partisipasi politik masyarakat, respon terhadap program pembangunan dan aspek keberlanjutan program bagi masyarakat desa ditengah keberagaman kemampuan dan kepentingan masyarakat yang hidup dalam lingkungan yang sangat terbatas akan mewujudkan pengembangan program pembangunan yang tidak melahirkan kelompok terpinggirkan baru (Mujani, 2002:125). Partisipasi politik masyarakat desa akan menghindari kebijakan program dana pembangunan desa yang sentralistik, dan ditujukan bentuk kepentingan politik masyarakat (A.Gany, 2001:5). Dengan mengacu pada upaya (political empowernment) masyarakat desa yang berprinsip pada lokalitas (Friedman, 1992:168) dan melepaskan diri dari paradiqma yang bersifat dependency creating (Tjokrowinoto, 1996:41), maka dalam upaya menyukseskan pelaksanaan pembangunan diperlukan adanya partisipasi politik aktif dari masyarakat.
Dalam era reformasi pada aras lokal dan sebagai upaya dalam rangka mengoptimalkan partisipasi politik masyarakat desa, inisiatif, inovatif, dan kreatif untuk mendorong kemajuan otonomi asli desa dan menegakkan demokrasi lokal yang selama ini “terpendam” dan telah dimiliki masyarakat, serta upaya pemberdayaan masyarakat desa mencakup community development dan community-based development. (Setyono, 2002:4). Selain itu dalam rangka pelaksanaan pembangunan desa diharapkan partisipasi politik aktif masyarakat untuk mengidentifikasi berbagai masalah pembangunan desa yang dihadapi dengan alternatif pemecahannya yang secara utuh dilaksanakan oleh masyarakat.
Oleh karena itu, pentingnya melihat pengaruh antara faktor sosial-ekonomi, politik, fisik dan budaya terhadap kualitas partisipasi politik masyarakat dalam pembangunan desa.
Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari pemaparan dan kenyatan diatas, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah:
1 Seberapa besar faktor sosial-ekonomi, faktor politik, faktor fisik dan faktor nilai budaya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap partisipasi politik masyarakat dalam pembangunan desa secara simultan maupun parsial ?
2 Faktormanakah yang dominan berpengaruh terhadap partisipasi politik masyarakat dalam pembangunan desa?

Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini meliputi:
1 Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh beberapa faktor terhadap kualitas partisipasi politik masyarakat dalam pembangunan desa baik secara parsial maupun simultan.
2 Untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap kualitas partisipasi politik masyarakat dalam pembangunan desa.

TINJAUAN PUSTAKA
Politik Pembangunan Desa
Mas’oed (!997:15) politik pembangunan desa lebih tertuju pada aspek politik dan kebijakan pemerintah terhadap pembangunan ditingkat desa. Program pembangunan desa untuk membuat rakyat semakin banyak punya pilihan tentang masa depan yang diinginkan. Proses pembangunan desa menghasilkan tata kehidupan politik yang menumbuhkan demokrasi. Sehingga keputusan politik terhadap program pembangunan pedesaan bertujuan untuk mengembangkan kapasitas masyarakat, untuk meningkatkan kualitas kehidupannya dan kesejahteraan masyarakat desa
Berbagai program pembangunan desa dalam perencanaan partisipatif yang diterapkan oleh pemerintah yang secara umum untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat desa, tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri (Direktur Jenderal Pembangunan Desa) Nomor 414. 24/185/set 10 Juni 1996, bahwa dalam rangka penerapan metode P3MD terdapat 12 program/kegiatan umum yang erat kaitannya dengan arah pembangunan desa. Program tersebut ditujukan untuk: 1).Meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam pengambilan keputusan termasuk kelompok miskin dan perempuan; 2).Meningkatkan kualitas hidup masyarakat dibidang pendidikan dan kesehatan; 3).Meningkatkan penyediaan prasarana sosial ekonomi masyarakat pedesaan; 4).Memperluas kesempatan berusaha dan mengembangkan usaha bagi masyarakat; 5). Mengembangkan kapasitas masyarakat dalam merencanakan, menyelenggarakan, dan melestarikan pembangunan serta mengakses sumber daya yang tersedia; 6). Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap program permbangunan dipedesaan. 7).Mengembangkan dan memperkuat kelembagaan pembangunan didesa.
Berkaitan dengan entitas ekonomi dalam politik pembangunan yaitu tidak mengejar keuntungan pribadi atau kelompok untuk jangka pendek, tetapi menanamkan hakekat pembangunan desa yang transparan, bertanggung jawab, menguntungkan semua pihak dan berlangsung secara menyeluruh serta berkesinambungan.(Nugroho, 2000:138). Weaver (2002:7), politik pembangunan menyangkut keberhasilan pembangunan desa bisa dicapai, bila usaha-usaha pembangunan langsung ditujukan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat menjadi lebih baik dan masyarakat memiliki akses pada sumber-sumber ekonomi dan politik, serta sebagai usaha memberdayakan masyarakat secara langsung.
Pemberdayaan Politik Masyarakat Desa
Memberdayakan politik masyarakat melalui pembangunan yang menempatkan masyarakat sebagai pusat perhatian dan sasaran sekaligus pelaku utama pembangunan, Pembangunan desa tidak menempatkan rakyat desa sebagaai obyek, melainkan menempatkan rakyat desa pada posisi yang tepat sebagai subyek dalam proses pembangunan desa (Soemodiningrat, 1996:162). Pemberdayaan politik masyarakat harus dilakukan melalui 3 tahapan: a.)Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang, b). Memperkuat potensi, daya, sumberdaya, atau energi yang terdapat pada politik rakyat dan dimiliki masyarakat (empowering) dengan menyediakan input serta pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya memanfaatkan peluang, c). Melindungi masyarakat dalam proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah.
Pemberdayaan politik masyarakat bertujuan untuk melayani masyarakat (a spirit of public service) dan menjadi mitra kerjasama dengan masyarakt (co-production) mengutamakaan keberhasilan pembangunan desa.(Usman,2003:20). Juga untuk menuju political maturity dalam pembangunan desa berkaitan dengan sumberdaya dan institutional performance sebagai usaha untuk mempertinggi akses masyarakat desa yang berpaut dengan kebijakan masyarakat terhadap prioritas program pembangunan dan mekanisme pengelolaannya. Pemberdayaan politik masyarakat merupakan proses pembaruan desa yang dimaksudkan untuk mengembalikan masyarakat kedalam pusaran utama proses kehidupan berbangsa dan bernegara, dan menumbuhkan partisipasi politik masyarakat, dalam pencapaian hasil-hasil pembangunan desa.
Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pembangunan Desa
Partisipasi politik masyarakat dalam rencana pembangunan harus sudah dimulai sejak saat perencanaan kemudian pelaksanaan dan seterusnya pemeliharaan. Surbakti (1992:16), Kegiatan masyarakat yang disebut partisipasi politik adalah perilaku politik lembaga dan para pejabat pemerintah yang bertanggung jawab membuat, melaksanakan dan menegakkan keputusan politik, perilaku politik masyarakat (individu/kelompok) yang berhak mempengaruhi lembaga dan pejabat pemerintah dalam pengambilan keputusan politik, karena menyangkut kehidupan masyarakat. Dalam perspektif politik, Huntington (1993:270), partisipasi politik masyarakat merupakan ciri khas modernisasi politik dalam pembangunan, kemajuan demokrasi dapat dilihat dari seberapa besar partisipasi politik masyarakat. (Tjokroamidjojo, 1991:113), pertama, partisipasi politik aktif masyarakat berarti keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijakan; kedua, keterlibatan dalam memikul hasil dan manfaat pembangunan secara berkeadilan.
Alexander Abe (2001:110), Partisipasi politik masyarakat merupakan hal terpenting dalam pembangunan desa, yaitu akan menjadi wahana political education yang sangat baik. Sedangkan menurut Conyers(1994:154), “Pertama, partisipasi politik masyarakat sebagai alat guna memperoleh suatu informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat yang tanpa kehadirannya program pembangunan desa serta proyek akan gagal; kedua, masyarakat akan lebih mempercayai program pembangunan didesa, jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya dan pengambilan keputusan terhadap priritas pembangunan yang sesuai kebutuhan masyarakat, karena akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek; dan ketiga, yang mendorong partisipasi umum dibanyak negara karena timbul anggapan bahwa hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat.” Katz (165:100), partisipasi politik masyarakat diwujudkan melalui partisipasi politik dalam proses pembuatan keputusan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasi.
Partisipasi politik dapat dianggap sebagai tolak ukur dalam menilai apakah proyek yang bersangkutan merupakan proyek pembangunan desa. Jika masyarakat desa, tidak berkesempatan untuk berpartisipasi politik dalam pembangunan suatu proyek didesanya. Proyek tersebut pada hakekatnya bukanlah proyek pembangunan desa (Ndraha, 1990:103). Partisipasi politik masyarakat dalam pembangunan desa bertujuan untuk menjamin agar pemerintah selalu tanggap terhadap masyarakat atau perilaku demokratisnya. Dan itu juga berarti bahwa metode yang digunakan dalam pembangunan desa harus sesuai dengan kondisi fisiologis sosial dan ekonomi serta lingkungan kebudayaan didesa. (Bharracharyya,J, 1972:20)
Dusseldorp (1994:10), salah satu cara untuk mengetahui kualitas partisipasi politik masyarakat dapat dilihat dari bentuk-bentuk keterlibatan seseorang dalam berbagai tahap proses pembangunan yang terencana mulai dari perumusan tujuan sampai dengan penilaian. Bentuk-bentuk partisipasi politik sebagai usaha terorganisir oleh warga masyarakat untuk mempengaruhi bentuk dan jalannya public policy. Sehingga kualitas dari hierarki partisipasi politik masyarakat dilihat dalam keaktifan atau kepasifan (apatis) dari bentuk partisipasi politik masyarakat.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Masyarakat
1 Faktor Sosial Ekonomi Kondisi sosial ekonomi meliputi tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan jumlah keluarga.
2. Faktor Politik Arnstein S.R (1969) peran serta politik masyarakat didasarkan kepada politik untuk menentukan suatu produk akhir. Faktor politik meliputi :
a. Komunikasi Politik. Komunikasi politik adalah suatu komunikasi yang mempunyai konsekuensi politik baik secara aktual maupun potensial, yang mengatur kelakuan manusia dalam keberadaan suatu konflik. (Nimmo, 1993:8). Komunikasi politik antara pemerintah dan rakyat sebagai interaksi antara dua pihak yang menerapkan etika (Surbakti, 1992:119).
b. Kesadaran Politik. Kesadaran politik menyangkut pengetahuan, minat dan perhatian seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik (Eko, 2000:14). Tingkat kesadaran politik diartikan sebagai tanda bahwa warga masyarakat menaruh perhatian terhadap masalah kenegaraan dan atau pembangunan (Budiarjo, 1985:22).
c. PengetahuanMasyarakat terhadap Proses Pengambilan Keputusan. Pengetahuan masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan akan

menentukan corak dan arah suatu keputusan yang akan diambil (Ramlan Surbakti 1992:196).
d. Kontrol Masyarakat terhadap Kebijakan Publik. Kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik yakni masyarakat menguasai kebijakan publik dan memiliki kewenangan untuk mengelola suatu obyek kebijakan tertentu (Arnstein, 1969:215). Kontrol untuk mencegah dan mengeliminir penyalahgunaan kewenangan dalam keputusan politik (Setiono,2002:65). Arnstein1969:215), kontrol masyarakat dalam kebijakan publik adalah the power of directing. Juga mengemukakan ekspresi politik, memberikan aspirasi atau masukan (ide, gagasan) tanpa intimidasi yang merupakan problem dan harapan rakyat (Widodo, 2000:192), untuk meningkatkan kesadaran kritis dan keterampilan masyarakat melakukan analisis dan pemetaan terhadap persoalan aktual dan merumuskan agenda tuntutan mengenai pembangunan (Cristina, 2001:71).
1 Faktor Fisik Individu dan Lingkungan Faktor fisik individu sebagai sumber kehidupan termasuk fasilitas serta ketersediaan pelayanan umum. Faktor lingkungan adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan, kondisi dan makhluk hidup, yang berlangsungnya berbagai kegiatan interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta lembaga dan pranatanya (K. Manullang dan Gitting, 1993:13).
2 Faktor Nilai Budaya Gabriel Almond dan Sidney Verba (1999:25), Nilai budaya politik atau civic culture merupakan basis yang membentuk demokrasi, hakekatnya adalah politik baik etika politik maupun teknik (Soemitro 1999:27) atau peradapan masyarakat (Verba, Sholozman, Bradi, 1995). Faktor nilai budaya menyangkut persepsi, pengetahuan, sikap, dan kepercayaan politik.

Kebijakan, Implementasi dan Evaluasi Dampaknya
Kebijakan adalah bagian dari keputusan politik yakni program perilaku untuk mencapai tujuan masyarakat-pemerintah dan penyelenggara kebijakan Sehingga kebijakan merupakan hasil kegiatan politik. (Soenarko, 2000:4).
Kebijakan merupakan usaha didalam maupun melalui pemerintahan untuk memecahkan masalah publik. Karenanya dalam Islamy (1992:17), menyebutkan tiga elemen kebijakan yaitu a)identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai; b)Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan; c) penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi.
Warsito (2000:43), kebijakan pembangunan desa merupakan konsolidasi tingkat bawah oleh kelompok penguasa. Pye.W (1996:47), kebijakan pembangunan adalah proses penguatan nilai-nilai dan praktek demokrasi, yakni berlandaskan pada demokrasi dalam pengertian penerapan prinsip-prinsip fredoom, equality masyarakat dalam peran sertanya untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah. Kebijakan pembangunan menjadi landasan dan arah bagi penyusunan konsep strategi pelaksanaan pembangunan dan merupakan manifestasi, dimana tujuan pembangunan yang dicapai melalui rumusan-rumusan pokok yang menjamin tercapainya tujuan pembangunan.
Nugroho (2003:155), Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya, tidak lebih dan tidak kurang. Implementasi bersifat interaktif dengan kegiatan kebijakan yang mendahuluinya. Jones (1970), model implementasi kebijakan yang dapat dikembangkan sebagai pilihan yang efektif adalah implementasi kebijakan publik yang partisipatif .
Dalam evaluasi kebijakan yang mencakup timming evaluasi, William Dunn (1999:121) disebut sebagai evaluasi summatif, evaluasi proses pelaksanaan dan evaluasi konsekuensi (output) kebijakan dan / evaluasi dampak kebijakan, yang ditimbulkan baik positif maupun negatif dan mengacu pada perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh suatu implementasi kebijakan (Nugroho, 2003:95).
KERANGKA KONSEP DAN KERANGKA PEMIKIRAN

0 comments: