Friday 21 March 2008

STUDI PROFIL ANAK JALANAN SEBAGAI UPAYA PERUMUSAN MODEL KEBIJAKAN PENANGGULANGANNYA

STUDI PROFIL ANAK JALANAN SEBAGAI UPAYA PERUMUSAN MODEL KEBIJAKAN PENANGGULANGANNYA

(Suatu Studi Terhadap Profil Anak Jalanan di Terminal Bus Tanjung Priok Kota Jakarta Utara)
Tauran
Tauran. S.Sos., adalah alumni Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang. Saat ini menjabat sebagai Direktur Eksekutif Yayasan MAI.

Latar Belakang
Dasawarsa terakhir ini isu kesejahteraan anak terus mendapat perhatian masyarakat dunia. Mulai dari permasalahan buruh anak, peradilan anak, pelecehan seksual pada anak, dan anak jalanan.Hal tersebut juga dicermin-kan dari banyaknya dokumen Internasional yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak. Sedikitnya terdapat 16 dokumen inter-nasional yang terkait dengan permasalahan anak, beberapa diantaranya: United Nations Standard Minimum Rules For The Adminis-tration Of Juvenile Justice, Resolusi MU-PBB 1985; The Use Of Children In The Illicit Traffi In Narcotic Drugs, Resolusi MU-PBB 1988; Convention On The Right Of The Child, Resolusi MU-PBB 1989;, The Effects Of Armed Conflicts On Children Lives, Resolusi Komisi HAM PBB 1991; The Special Rapporteur On The Sale Of Children, Child Prostitution And Child Pornography, Resolusi Komisi HAM PBB 1994.
Salah satu isu kesejahteraan anak yang terus berkembang menjadi perhatian dunia adalah masalah anak jalanan. Laporan Dunia tentang Situasi Anak, menyebutkan bahwa terdapat 30 Juta anak tinggal dan menjaga diri mereka sendiri di jalan. Sedang di Asia, saat ini paling tidak terdapat sekitar 20 juta anak jalanan. Jumlah tersebut diramalkan akan meningkat dua kali lipat pada 30 tahun mendatang (Childhope,1991:40).
Demikian halnya Indonesia, laporan Ya-yasan Kesejahteraan Anak Indonesia (1994) memberitakan bahwa fenomena anak jalan-an semakin meningkat dari segi kualitas maupun kuantitas. Penelitian tersebut mene-mukan kenyataan bahwa sebagian besar anak jalanan berasal dari keluarga tidak mampu. Namun demikian hubungan kemiskinan dengan perginya anak ke jalan bukanlah hubungan yang sederhana. Diantaranya ter-dapat faktor-faktor intermediate seperti har-moni keluarga,kemampuan pengasuhan anak dan langkanya dukungan keluarga (family support) pada saat krisis keluarga di rumah.
Hingga saat ini penanganan masalah anak jalanan masih terbatas. Tinjauan terhadap berbagai kebijakan pemerintah menunjukkan bahwa secara konseptual penanganan anak jalanan dijamin oleh kebijakan yang ada, namun hasil survei Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia terhadap 100 anak, menun-jukkan hanya 10% anak jalanan yang ter-jangkau oleh program penanganan baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun oleh lembaga swadaya masyarakat (Publikasi YKAI,1994).
Dalam kaitannya dengan pembangunan sumber daya manusia, terutama di perkotaan, penanganan yang serius terhadap masalah anak jalanan merupakan suatu isu kebijakan yang mendesak. Penanganan tuntas tentunya tidak hanya mencakup upaya-upaya yang bersifat rehabilitatif saja, tetapi juga men-cakup usaha yang bersifat pencegahan dan pengembangan. Selain itu, kebijakan yang kurang tepat dan menyederhanakan per-masalahan yang sesungguhnya hanya akan membuat usaha penanggulangan anak jalan-an menjadi usaha tambal sulam karena kesa-lahan dalam melihat masalah yang sesung-guhnya. Dalam studi kebijakan kondisi ini disebut dengan kesalahan tipe ketiga: meme-cahkan masalah yang salah (Dunn,1998).
Dengan latar belakang tersebut, dalam rangka menciptakan sebuah kebijakan yang efektif tentang anak jalanan, penulis men-coba melakukan studi terhadap profil anak jalanan sebagai upaya merumuskan model kebijakan penanggulangan anak jalanan yang integral dan komprehensif.
Demi efektivitas pencapaian tujuan peneli-tian, penelitian ini mengambil Terminal Bus Tanjung Priok sebagai lokasi penelitian. Secara umum penetapan lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa Termi-nal Bus Tanjung Priok Kota Jakarta Utara dipandang sebagai lokasi yang kaya dengan data untuk penelitian ini. Adapun perumusan masalah dalam peneliti-an ini adalah :
1 Bagaimana profil anak jalanan di Termi-nal Bus Tanjung Priok Kota Jakarta Utara ?
2 Bagaimana rumusan model kebijakan penanggulangan anak jalanan ?




Tinjauan Pustaka
Negarawan Inggris, Winston Churchill, bahwa tidak ada investasi yang lebih baik untuk masyarakat manapun di dunia, kecuali menyediakan susu, pendidikan dan lingkung-an yang sehat bagi anak-anak (Respons, 1998:1). Selanjutnya UU No. 4/1979 tentang Kesejahteraan Anak, menjelaskan bahwa ke-sejahteraan anak adalah suatu tata kehidup-an dan penghidupan anak yang dapat men-jamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial.
Namun demikian, pemeliharaan kesejah-teraan anak belum dapat dilakukan oleh anak sendiri sehingga tanggung jawab tersebut menjadi tanggungan orang tua, keluarga masyarakat dan pemerintah (UU No. 4 Tahun 1979). Orang tua dan keluarga memi-liki tanggung jawab pertama terhadap kese-jahteraan anak karena keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan anak untuk tumbuh dan berkembang.
Di dalam keluarga, penyikapan orang tua terhadap anak dipengaruhi oleh persepsi orang tua terhadap arti anak. Bagi orang tua, anak dapat dilihat sebagai komoditas rumah tangga (household commodity) yang memili-ki tiga fungsi: konsumsi, investasi dan asu-ransi (Nurvidya dan Wongkaren,1997:3).
Meskipun secara konseptual kesejahteraan anak dilindungi undang-undang namun reali-tas di masyarakat menunjukkan bahwa tidak semua anak mendapatkan haknya untuk tumbuh dan berkembang secara wajar. Ber-bagai masalah sosial dan ekonomi menjadi sebab anak tidak memperoleh kesejahtera-annya. Termasuk di dalam kategori tersebut adalah anak jalanan seperti yang didefinisi-kan oleh UNICEF: “Street children are those who have abandoned their homes, schools and immediate communities before they are sixteen years of age, and have drifted into a nomadic street life”. (Childhope, 1991:27).
Adapun karakteristik anak jalanan menu-rut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia adalah:



1 Anak-anak yang berusia 6-21 tahun, ter-utama usia 6-15 tahun,
2 meninggalkan keluarganya
3 Memiliki kegiatan keseharian tertentu yang rutin
4 meninggalkan sekolahnya
5 Tinggal di kota (Childhope,1991:36)

Penelitian ini pada dasarnya berusaha mengamati dan mendeskripsikan realitas anak jalanan berdasarkan kenyataan riilnya. Oleh karenanya penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Fokus penelitian ini adalah: Profil anak jalanan di Terminal Bus Tanjung Priok yang ditinjau dari: latar bela-kang keluarga anak jalanan, motif anak untuk pergi ke jalan, aktifitas keseharian anak jalanan, interaksi sosial anak jalanan dengan lingkungannya. Selanjutnya dari ha-sil penelitian disusun sebuah rumusan model kebijakan penanggulangan anak jalanan.
Penelitian ini mengambil lokasi di Termi-nal Bus Tanjung Priok, Kota Jakarta Utara. Data sekunder tentang keberadaan anak jalanan di Terminal Bus Tanjung Priok diambil dari Suku Dinas Sosial Kota Jakarta Utara dan sebuah LSM yang menangani anak jalanan di wilayah setempat. Sedangkan data primer diambil dengan mewawancarai, pejabat Suku Dinas Sosial Kota Jakarta Utara, ketua dan dua orang pekerja sosial LSM yang menangani anak jalanan di wilayah setempat, seorang tokoh masyarakat di Kelurahan Tanjung Prilok dan tujuh orang anak jalanan yang dipilih secara purposif hingga dianggap reperesentatif menggam-barkan profil anak jalanan di Terminal Bus Tanjung Priok. Pada penelitian ini proses dan interpretasi data dilakukan secara simul-tan selama penelitian di lapangan. Sedang-kan analisa data dilakukan dengan cara analisis induktif.


Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Terminal Bus Tanjung Priok berada di wilayah Kelurahan Tanjung Priok Kecamat-an Tanjung Priok Kota Jakarta Utara. Ditin-jau dari jumlah angkutan yang beroperasi, Terminal Bus Tanjung Priok termasuk salah satu terminal yang padat di DKI Jakarta. Tercatat, setiap harinya untuk jalur angkutan dalam kota rata-rata beroperasi 170 bus ukuran besar, 180 bus ukuran sedang, dan 576 bus ukuran kecil seperti Mikrolet dan KWK. Sedangkan untuk jalur antar kota ter-dapat 80-90 bus ukuran besar yang beropera-si. Aktivitas Terminal Bus Tanjung Priok berlangsung hampir 24 jam. Bus-bus reguler seperti PPD, Metromini dan sebagainya beroperasi mulai pukul 05.30 WIB sampai pukul 21.00 WIB. Pada pukul 19.00 WIB bus-bus tersebut mulai berkurang dan pada pukul 21.00 WIB angkutan reguler yang ada mulai digantikan oleh angkutan malam beru-pa bus-bus kecil dengan plat mobil hitam yang melayani trayek jarak dekat.



Karakteristik Umum Anak Jalanan di Terminal Bus Tanjung Priok
Survey yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta bekerjasama dengan Asia Development Bank dan United Natio-nal For Development Program, tahun 1997 menyebutkan bahwa jumlah anak jalanan di Terminal Bus Tanjung Priok se-besar 546 anak. Dari pengamatan di lapangan, sebagian besar anak jalanan di terminal bus tanjung priok adalah laki-laki dengan rata-rata usia antara enam sampai enam belas tahun. Bah-kan beberapa diantara mereka ada yang berusia dibawah lima tahun. Pekerjaan yang paling banyak dilakukan adalah mengamen, berdagang koran dan berdagang buah-buahan. Penampilan mereka memprihatin-kan, pakaian, rambut, dan kulit terlihat ku-sam dan dekil akibat terkena terik matahari dan debu jalanan. Bahkan banyak diantara mereka yang tidak mengunakan alas kaki meskipun beraktivitas di tengah terik mata-hari. Anak jalanan yang memiliki pekerjaan sebagai pedagang umumnya memiliki pe-nampilan yang relatif lebih baik dari anak jalanan yang memiliki pekerjaan sebagai pengamen.
Latar Belakang Keluarga Anak Jalanan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa latar belakang keluarga berkaitan erat dengan per-ginya anak ke jalan. Adapun faktor dominan penyebab anak pergi ke jalan adalah kemis-kinan dan disharmoni keluarga. Kedua faktor tersebut, adakalanya berkaitan satu dengan yang lain, yakni, faktor disharmoni muncul sebagai akibat dari faktor kemiskinan keluar-ga atau sebaliknya.
Umumnya anak jalanan di Terminal Bus Tanjung Priok berasal dari keluarga miskin. Orang tua mereka bekerja sebagai pekerja kasar, seperti buruh pabrik, buruh pelabuhan, dan montir, dengan penghasilan rata-rata di bawah Rp 400.000,00 per bulan dan beban tanggungan antara empat sampai enam orang. Terutama untuk DKI Jakarta, kondisi perekonomian tersebut sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan standar keluarga. Pa-dahal keadaan ekonomi keluarga memiliki peran yang penting terhadap perkembangan anak.
Namun demikian, tidak semua keluarga miskin akan membuat anak-anak pergi ke jalan. Merujuk pada hasil penelitian ter-dahulu, faktor dukungan keluarga (familly support) memiliki peran yang penting seba-gai faktor intermediate antara kemiskinan dengan perginya anak ke jalan. Dari penga-matan di lapangan, penulis membagi dua kemungkinan penyebab tidak adanya faktor dukungan keluarga sebagai faktor inter-mediatte berkaitan dengan hubungan kemis-kinan keluarga dan perginya anak ke jalan, yaitu:
a. orang tua tidak menyadari hak kesejahteraan anak
b. orang tua menyadari hak kesejahteraan anak akan tetapi tidak mampu meme-nuhinya.

Kasus pertama, paling banyak ditemukan pada orang tua dengan tingkat pendidikan rendah. Mereka mempersepsikan anak seba-gai sebuah komoditas rumah tangga (house-hold commodity). Keberadaan anak dianggap memiliki fungsi investasi, di mana orang tua memiliki harapan bahwa nantinya anak dapat bekerja membantu ekonomi keluarga. Bah-kan pada sebagian keluarga miskin pengem-balian investasi ini dilakukan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Seorang anak pada usia yang terlalu dini sudah dilibatkan dalam urusan mencari nafkah untuk ke-luarga.
Pada kasus kedua, dampak yang terjadi pada anak hampir mirip dengan kasus per-tama dimana pada akhirnya kesejahteraan anak terganggu pemenuhannya. Perbedaan-nya, orang tua yang menyadari hak kesejah-teraan anak, biasanya mereka akan berusaha memenuhi atau mencari kompensasi dari ter-abaiknnya kesejahteraan anak pada satu sisi dengan memperkuat sisi yang lain. Mereka tidak mengeksploitasi anak secara sengaja demi kepentingannya semata. Dukungan ke-luarga terhadap kesejahteraan anak seperti ini dapat dicerminkan dengan suasana rumah yang penuh perhatian, kasih sayang, perlin-dungan, pendidikan dan bimbingan serta sua-sana yang harmonis sehingga meskipun anak menghabiskan sebagian waktunya di jalan, ia tetap memiliki ikatan emosional yang kuat dengan keluarga dan sistem nilainya.
Disharmoni keluarga terjadi karena konflik orang tua, perceraian atau karena meninggalnya salah satu atau kedua orang tua. Pada tingkat tertentu, disharmoni keluar-ga yang tidak ditangani secara baik akan menciptakan kondisi rumah yang tidak kon-dusif bagi pertumbuhan anak dan pada akhir-nya kebutuhan anak terhadap kesejahteraan-nya, seperti; perhatian, kasih sayang, pendi-dikan dan lainnya menjadi terabaikan. Bah-kan kondisi disharmoni yang tidak disikapi secara serius menyebabkan anak tidak betah tinggal di rumah dan mencari kompensasi di luar rumah, salah satunya pergi ke jalan.



Selain itu, disharmoni seringkali merusak posisi dan peran anggota-anggota dalam ke-luarga. Seringkali seorang anak harus meme-rankan diri sebagi tulang punggung ekonomi keluarga, seperti yang terjadi pada salah seorang subjek penelitian. Akan tetapi, status ekonomi tidak dapat dikatakan sebagai satu-satunya faktor penentu perkembangan anak secara wajar. Hal yang tidak kalah penting adalah faktor harmoni keluarga dalam hal ini sikap dan corak interaksi dalam keluarga. Meskipun status ekonomi keluarga memuas-kan, tetapi jika tidak memperhatikan pendi-dikan anak maka dalam pertumbuhannya, anak akan terganggu perkembangan sosial-nya. Anak tumbuh dan berkembang tanpa adanya norma dan nilai yang pasti untuk dijadikan pegangan atau yang dikenal dengan miss educated pada anak.
Meskipun demikian sikap anak sendiri terhadap keluarga juga memiliki peran ter-hadap perkembangan sosial diri mereka sen-diri. Mungkin sekali status sosial ekonomi keluarganya baik dan interaksinyapun juga baik namun mereka berkembang dengan tidak wajar. Perkembangan sosial anak diten-tukan oleh saling pengaruh antara faktor-faktor diluar diri dan di dalam diri anak.


Motif Pergi Ke Jalan
Rata-rata anak jalanan di lokasi penelitian mengaku pergi ke jalan merupakan keingin-an diri sendiri. Namun demikian motif ter-sebut bukanlah semata-mata motif biologis yang muncul dari dalam diri mereka melain-kan juga di dorong oleh faktor lingkungan. Dengan kata lain motif anak jalanan pergi ke jalan tidak berkembang sendiri tetapi meru-pakan motif yang timbul sebagai hasil inte-raksi dengan lingkungan tempat anak tinggal.
Dari hasil penelitian, peneliti menge-lompokkan motif anak jalanan pergi ke jalan sebagi berikut:
a. motif semata-mata menopang kehidup-an ekonomi keluarga
b. motif untuk mencari kompensasi dari kurangnya perhatian keluarga
c. motif sekedar mencari tambahan uang saku

Motif tipe pertama, anak jalanan pergi ke jalan karena kondisi ekonomi keluarga yang tidak stabil dan terancam kelangsungannya sedangkan mereka diposisikan sebagai tu-lang punggung keluarga. Umumnya ini ter-jadi pada anak jalanan dengan keluarga yang mengalami disharmoni dan tidak memiliki sumber-sumber ekonomi yang dapat mendu-kung, sehingga mereka harus ke jalan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Anak ja-lanan dengan motif seperti ini umumnya membelanjakan penghasilannya hanya untuk memenuhi kebutuhan primer keluarga.
Motif tipe kedua, anak pergi ke jalan sebagai kompensasi dari tidak terpenuhinya kesejahteraa anak di rumah. Dalam peneliti-an ini anak jalanan yang ditemukan dengan motif tipe kedua ini berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi yang cukup baik. Akan tetapi karena terjadi disharmoni di da-lam keluarga dan terabaikannya fungsi yang seharusnya diperankan orang tua (perhatian, kasih sayang dan bimbingan) mereka kurang mendapat kesejahteraanya, terutama dari as-pek emosional, secara baik. Kasus ini sekali lagi menegaskan bahwa kualitas rumah tangga memiliki peranan besar dalam mem-berikan dan memenuhi kesejahteraan anak. Terpenuhinya aspek ekonomi saja bukan ja-minan anak sejahtera. Pada keluarga yang pecah atau tidak utuh, baik yang disebabkan oleh perceraian atau meninggalnya salah satu atau kedua orang tua akan memberikan akibat bagi anak berupa:
a. kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang dan tuntunan pendidikan orang tua.
b. kebutuhan dan harapan tidak terpenuhi
c. tidak mendapat latihan fisik dan mental

Sebagai akibat ketiga bentuk pengabaian tersebut anak dapat menjadi bingung, risau, sedih, atau malu. Bahkan kadang diliputi rasa dendam dan benci sehingga kemudian mereka menjadi liar dan mencari kompensasi diluar lingkungan keluarga. Mereka mulai sering menghilang dari rumah dan lebih suka menggelandang mencari kesenangan hidup imaginer di tempat-tempat lain.
Motif tipe yang ketiga, yaitu sekedar mencari tambahan unag saku. Pada kondisi ini, secara relatif kebutuhan primer anak te-lah terpenuhi. Namun demikian mereka me-miliki inisiatif sendiri untuk mencari tam-bahan uang saku di jalan. Umumnya mereka berasal dari keluarga dengan status ekonomi menengah ke bawah. Mayoritas anak jalanan dengan motif seperti ini memilih pekerjaan sebagai pedagang koran.



Aktivitas Keseharian Anak Jalanan
Aktivitas mereka bekerja tanpa ada batas-an waktu yang tetap, tetapi waktu yang mereka habiskan untuk bekerja rata-rata an-tara lima sampai dua belas jam per hari Anak jalanan yang bekerja sebagai pedagang, me-miliki waktu memulai bekerja relatif teratur dan menyelesaikan pekerjaannya ketika ba-rang dagangan yang dibawa habis. Sedang-kan anak jalanan yang bekerja sebagai pe-ngamen tidak memiliki keteraturan waktu bekerja. Mereka memulai dan mengakhiri pekerjaannya bergantung kepada keinginan dirinya saat itu. Namun demikian ada kesa-maan pada setiap anak jalanan dalam beker-ja, yaitu mereka dapat bekerja dan bermain dalam aktivitasnya. Hal ini sulit ditemukan pada pekerja anak di sektor formal yang ter-ikat pada ketentuan-ketentuan perusahaan tempat mereka bekerja.
Rata-rata anak jalanan di lokasi penelitian mengaku mempunyai keluarga dengan tem-pat tinggal tetap di sekitar wilayah Tanjung Priok. Meskipun demikian tidak semua dari mereka yang tinggal menetap bersama kelu-arganya. Sebagian dari mereka setiap harinya pulang ke rumah, sebagian lagi dalam semi-nggu hanya dua sampai tiga hari pulang ke rumah, bahkan ada diantara mereka dalam satu bulan seringkali hanya pulang satu atau dua kali saja, itupun untuk keperluan me-ngantarkan uang yang dikumpulkan selama satu bulan untuk keluarganya.
Dilihat dari lama waktu bekerja dan jenis pekerjaan yang menuntut mobilitas tinggi, anak jalanan termasuk pekerja keras. Apalagi jika mengacu pada kebijakan tentang perlin-dungan anak bahwa seorang anak dibawah umur empat belas tahun yang terpaksa beker-ja, seharusnya tidak boleh bekerja lebih dari empat jam dalam satu hari. Mereka bekerja di tengah kepadatan arus kendaraan di ter-minal dan berinteraksi dengan lingkungan terminal yang rentan terhadap tindak krimi-nal dan kecelakaan lalu lintas. Selain itu, dari aspek kesehatanpun mereka rentan terhadap penyakit karena polusi asap ken-daraan dan pola konsumsi yang kurang baik.
Dalam hal berpakaian terdapat kecende-rungan perbedaan antara anak jalanan yang masih mendapatkan perhatian keluarga de-ngan anak jalanan yang kurang atau tidak mendapatkan perhatian dari keluarga. Anak jalanan yang masih mendapatkan perhatian dari keluarganya memiliki penampilan relatif lebih baik. Sebaliknya, untuk anak jalanan yang kurang atau tidak mendapatkan perha-tian keluarga, memiliki penampilan relatif tidak terurus. Mereka membersihkan diri dengan mandi di toilet-toilet di sekitar termi-nal dengan pakaian yang terkadang tidak dicuci untuk waktu di atas tiga hari. Bahkan, sebagian dari mereka terkadang enggan un-tuk mengganti pakaiannya meski sudah kotor sekalipun. Mereka akan terus memakai pa-kaian yang mereka suka hingga mereka bo-san, setelah itu mereka akan membuangnya dan membeli pakaian yang baru.
Umumnya pola hidup anak jalanan cen-derung monoton. Aktivitas sehari-hari dijala-ni sebagai rutinitas tanpa orientasi masa depan yang baik. Aktivitas hari ini berulang pada esok hari tanpa ada sebuah perubahan terutama yang berkaitan dengan pengemba-ngan diri mereka.


Pada anak jalanan yang memiliki motif tipe pertama di atas, mereka mengalokasikan waktunya hanya untuk bekerja, beristirahat di rumah dan sekolah, untuk mereka yang masih bersekolah. Umumnya mereka tidak memberikan alokasi waktu untuk bermain atau bergaul dengan teman sebayanya di rumah karena kondisi yang telah letih setelah seharian bekerja.
Berbeda dengan anak jalanan yang me-miliki motif tipe kedua, mereka mengaloka-sikan waktunya lebih banyak di jalan. Seri-ngkali mereka tidak pulang ke rumah dan lebih menikmati kehidupan di luar rumah bersama teman-temannya sesama anak jalan-an. Aktivitas keseharian mereka tidak ter-atur, tergantung keinginan mereka pada saat itu. Mereka tidak betah tinggal di rumah meskipun mereka butuh tempat istirahat. Mereka lebih memilih beristirahat di jalan daripada di rumah sebab mereka tidak men-dapatkan iklim yang kondusif bagi kesejah-teraanya ketika di rumah.
Adapun untuk anak jalanan dengan motif tipe yang ketiga, mereka menghabiskan wak-tu di jalan hanya seperlunya saja yang biasa-nya rata-rata 5-6 jam perhari. Ketika barang dagangannya habis, mereka kembali ke rumah.


Interaksi Sosial Anak Jalanan dengan Lingkungannya.
Anak jalanan banyak berinteraksi dengan orang-orang yang lebih dewasa, seperti sopir, kernet, dan pedagang kaki lima. Ke-kerasan hidup, uang, dan bagaimana meme-nuhi kebutuhan konsumtif adalah hal-hal yang memenuhi orientasi hidup mereka. Se-hingga secara umum perkembangan orienta-si pemikiran mereka mengalami akselerasi dibandingkan dengan anak seusianya. Mere-ka cenderung teraleniasi dari dunia anak-anak.
Dalam interaksi sosialnya dengan ling-kungan, penulis melihat anak jalanan yang masih mendapat cukup perhatian dari orang tuanya, menampakkan adanya filtrasi dalam menyerap nilai dan norma lingkungan me-reka di jalan. Hal ini nampak dalam tingkat ketahanan diri anak terhadap kecenderungan perilaku menyimpang seperti tindakan asusi-la maupun tindakan kejahatan lainnya. Dari pengakuannya, sebagian dari mereka tetap melaksanakan kewajiban agama dan meng-hindari ajakan teman dari perbuatan asusila. Penulis melihat kuatnya pertahanan diri ini lebih dikarenakan masih adanya bimbingan orang tua dalam kehidupan mereka. Sedang-kan untuk anak jalanan yang kurang atau tanpa perhatian orang tua, mereka rentan ter-hadap pengaruh lingkungannya. Kurangnya perhatian orang tua terutama dalam bentuk bimbingan untuk bersikap dan berperilaku serta disiplin dan kontrol diri yang baik, membuat pertahanan diri mereka rapuh. Me-reka mengadopsi perilaku lingkungan di ter-minal tanpa filtrasi. Perilaku sekelilingnya seringkali diadopsi sebagai acuan dalam ber-sikap dan berperilaku, yang seringkali perila-ku acuan yang mereka dapati adalah perilaku yang kurang dan bahkan bertentangan de-ngan norma sosial yang ada. Salah satu kasus kesalahan mengadopsi perilaku lingkungan adalah kebiasaan mengkonsumsi minuman keras dan obat terlarang. Dalam kajian pato-logi sosial penyimpangan tersebut dinyata-kan sebagai produk dari perilaku defektif ang-gota keluarga, lingkungan tetangga de-kat dan ditambah agresivitas yang tak ter-kendali dalam diri anak itu sendiri.
Rumusan Model Kebijakan Penanggu-langan Anak Jalanan
Dilihat dari bentuk ekspresi model kebija-kan, model yang dirumuskan ini termasuk ke dalam model prosedural (prosedural models) dimana model ini menampilkan hubungan yang dinamis diantara variabel-variabel yang diyakini relevan dengan anak jalanan. Pre-diksi-prediksi dan solusi-solusi optimal dipe-roleh dengan mensimulasikan seperangkat hubungan yang mungkin terjadi (Dunn, 1998).
Asumsi
a. Anak adalah potensi negara yang meru-pakan cikal generasi tumpuan masa depan bangsa. Dalam mengemban tang-gung jawab tersebut anak harus menda-patkan kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar secara rohani, jasmani dan sosial. (UU No. 4/1979 ).
b. Pemeliharaan kesejahteraan anak belum dapat dilakukan oleh anak sendiri sehi-ngga tanggung jawab tersebut menjadi tanggungan orang tua, keluarga masya-rakat dan pemerintah (UU No. 4 Tahun 1979). Orang tua dan keluarga memiliki tanggung jawab pertama terhadap kese-jahteraan anak karena keluarga merupa-kan kelompok sosial pertama dalam kehidupan anak untuk tumbuh dan berkembang.
c. Para partisipan (keluarga, masyarakat, pemerintah dan anak itu sendiri) dalam terlaksananya perlindungan anak harus mempunyai pemahaman yang baik ber-kaitan dengan masalah anak jalanan agar dapat bersikap dan bertindak secara tepat dalam menghadapi dan mengatasi per-masalahan yang berkaitan dengan pe-laksanaan penanggulangan anak jalanan.
d. Masalah anak jalanan merupakan suatu interrelasi antar fenomena sosial, ekono-mi, dan budaya. Ini berarti dalam penga-daan dan pelaksanaan penanggulangan anak jalanan yang baik diperlukan kerja-sama dan koordinasi antara pihak-pihak yang berkompeten. Dengan kerjasama dan koordinasi yang baik diharapkan akan dapat menghindari terjadinya peng-halangan secara sadar maupun tidak ter-hadap upaya perlindungan anak oleh individu, kelompok, dan organisasi baik swasta maupun pemerintah.

Prinsip Model
Prinsip pada model ini adalah berusaha mengatasi masalah anak jalanan secara integral dan komprehensif. Adapun model yang ditawarkan terdiri dari dua bagian, yaitu;
a. Model kebijakanan antisipatif, yang mencoba mengatasi permasalahan anak jalanan dari akar penyebabnya yaitu pada keluarga dan lingkungan tetangga dekatnya.
b. Model kebijakan rahabilitatif, yakni ke-bijakan yang lebih ditujukan terhadap anak yang telah terlanjur pergi ke jalan.

Sasaran Model
Sasaran model penanggulangan masalah anak jalanan adalah keluarga anak jalanan, lembaga sosial ekonomi baik pemerintah maupun swasta, masyarakat umum dan indi-vidu anak jalanan itu sendiri. Titik fokusnya adalah elemen keluarga untuk model kebi-jakanan antisipatif. Sedangkan titik fokus model kebijakan rehabilitatif adalah individu anak jalanan.
Arah Model
Arah model kebijakanan antisipatif ada-lah mencegah munculnya anak jalanan baru serta menciptakan suasana yang kondusif di masyarakat bagi pelaksanaan usaha pemenu-han dan perlindungan kesejahteraan anak. Secara rinci arah model ini meliputi:
a. menyelamatkan, melindungi, menjamin hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar
b. menciptakan dan menjamin kehidupan yang layak bagi anak sesuai dengan harkat dan martabat manusia yang berkeadilan sosial
c. memberdayakan keluarga anak jalanan agar mampu melaksanakan fungsi kelu-arga secara wajar
d. memberdayakan lingkungan sosial ma-syarakat ke arah terwujudnya kepeduli-an, kesadaran, dan dukungan terhadap program penanggulangan dan permasalahan anak jalanan.
Sedangkan arah model kebijakan rahabili-tatif adalah mengarahkan perkembangan anak jalanan ke arah yang positif, yang meliputi :
a. anak jalanan dapat meninggalkan aktivitasnya di jalan dan menyatu kembali dengan keluarganya jika memungkinkan
b. anak jalanan mendapatkan keluarga pengganti atau panti lainnya jika tidak memungkinkan kembali dengan keluarga
c. anak jalanan dapat melanjutkan pendidi-kannya
d. anak jalanan dapat memperoleh keteram-pilan dan peluang untuk meningkatkan taraf hidup mereka.

Pada gambar 1, ditunjukkan bahwa keluarga yang berpotensi memunculkan anak jalanan adalah keluarga yang rentan secara sosial dan ekonomi. Adapun tiga faktor utama yang menyebabkan anak pergi ke jalan adalah disharmoni keluarga, kemiski-nan dan kondisi lingkungan yang tidak kondusif untuk pertumbuhan anak. Keluarga yang rentan stabilitasnya secara sosial dan ekonomi akan memunculkan dua kemung-kinan; anak yang terpenuhi kesejahteraannya dan anak yang tidak terpenuhi kesejahtera-annya. Anak terpenuhi kesejahteraannya ketika keluarga dapat mengatasi instabilitas kondisi sosial ekonomi dan pengaruh ling-kungan yang negatif. Sebaliknya, anak tidak terpenuhi kesejahteraannya ketika keluarga tidak dapat mengatasi instabilitas kondisi sosial ekonomi dan pengaruh negatif ling-kungan.
Dengan demikian, wilayah keluarga da-lam gambar ini merupakan wilayah yang rentan bagi perkembangan jumlah anak jalanan sehingga perlu diadakan intervensi kebijakan untuk pengendaliannya. Dengan intervensi kebijakan, wilayah ini direkayasa sedemikian rupa sehingga tercipta sebuah kondisi di mana anak mendapatkan kesejah-teraannya dengan baik. Adapun model kebi-jakan pada wilayah ini dinamakan sebagai kebijakan antisipatif.
Berikutnya, ketika seorang anak tidak mendapatkan kesejahteraannya mereka akan melakukan usaha-usaha kompensatoris. Pada wilayah ini, bentuk-bentuk usaha kompen-satoris anak dipengaruhi oleh faktor keluarga dan lingkungan. Salah satu bentuk usaha kompensatoris dari tidak terpenuhinya kese-jahteraan anak secara baik adalah pergi ke jalan. Di jalan, perkembangan anak tetap tidak lepas dari pengaruh keluarga dan lingkungannya. Perhatian orang tua akan membantu anak dalam melakukan filtrasi terhadap lingkungan yang negatif sehingga anak dapat berkembang secara positif dengan mengambil manfaat dari aktivitasnya di jalan. Sebaliknya, anak akan berkembang secara negatif ketika tidak dapat melakukan filtrasi terhadap lingkungan yang negatif sehingga tidak dapat mengambil manfaat dari aktivitasnya di jalan. Demikian halnya dengan faktor lingkungan, positif tidaknya lingkungan tempat anak beraktivitas akan mempengaruhi perkembangannya nanti.
Dengan demikian, perginya anak ke jalan akan memunculkan dua kemungkinan; per-tama, anak berkembang secara positif dan kedua, anak berkembang secara negatif. Se-hingga kondisi tersebut juga memerlukan intervensi kebijakan agar anak yang terlanjur pergi ke jalan dapat berkembang secara positif. Adapun model kebijakan pada wila-yah ini adalah kebijakan rehabilitatif yang dimaksudkan agar dapat meminamalisir ke-mungkinan-kemungkinan anak berkembang secara negatif.
Pada gambar Model Kebijakan Antisi-patif Penanggulangan Anak Jalanan, keluar-ga digambarkan sebagai unit yang diinter-vensi oleh beberapa program yang diharap-kan dengan intervensi tersebut keluarga akan dapat menata kehidupannya dengan baik sehingga anak terpenuhi kesejahteraanya dan anak dapat tumbuh dan berkembang secara positif yang dicerminkan dalam kualitas hidup, kesadaran dan tanggung jawab sosial-nya. Sehingga dari kondisi tersebut pada akhirnya akan menciptakan stabilitas masya-rakat yang positif.
Sedangkan pada gambar Model Kebija-kan Rahabilitatif Penanggulangan Anak Ja-lanan, anak jalanan diintervensi oleh; Ke-luarga sendiri, Keluarga asuh, Panti Asuhan dan Pondok Pesantren, Organisasi Pemuda dan Olah raga, Pemerintah, Institusi bisnis, Organisasi non pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat. Adapun arah dari model kebijakan rehabilitatif ini adalah membawa perkembangan anak jalanan ke arah yang positif. Dari arah model tersebut anak akan tumbuh dan berkembang dengan kualitas hidup, kesadaran, dan tanggung ja-wab sosial yang positif dan pada akhirnya akan menciptakan stabilitas masyarakat yang positif.
Penutup
a. Mengingat bahwa fenomen anak jalanan dilihat sebagai suatu hasil interrelasi dari beberapa permasalahan sosial ekonomi di masyarakat maka diperlukan sebuah kebijakan penanganan yang integral dan komprehensif.
b. Model kebijakan penanggulangan anak jalanan yang telah dirumuskan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi usaha penanggulangan anak jalanan oleh pihak-pihak yang berkompeten.
c. Dalam mendukung realisasi model perlu adanya usaha untuk memberikan penger-tian dan pemahaman yang tepat kepada masyarakat tentang fenomena anak da-lam rangka pengembangan citra yang positif mengenai kepentingan dan kewa-jiban masyarakat dalam memberikan kesejahteraan terhadap anak umumnya dan anak jalanan khususnya.
d. Penanggulangan anak jalanan harus di-jamin dengan kebijakan perundangan yang mantap dan tegas sehingga dapat secara tegas dan kongkrit dilaksanakan.


DAFTAR PUSTAKA


Adi Isbandi Rukminto, 1994, Psikologi Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahte-raan Sosial, jakarta, Raja Grafindo Persada.
Anwar, Evi, Nurvida dan Toro S. Wongkaren, 1967, Masalah Anak dan Implikasi Ekonomi dalam Prisma No.
2. Jakarta, LP3ES.
Anonimus, 1991, Children Jakarta Street’s, Childhope Research No. 3, Manila.
Bustam, Ali, 1982. Penelantaran dan Perlakukan Salah Terhadap Anak, Dalam Kumpulan Makalah Seminar Nasional, Yogyakarta Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada dan BP3K Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Dunn, William, N. 1998. Pengantar Anali-sisis Kebijakan Publik, Yogyakarta Gadjah Mada University Press.
Moleong, Lexy J, 1994. Metodologi Peneli-tian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Sumarnonugroho, 1984. Sistem Intervensi Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta, Hanindita.
Wiyono, Nur Hadi, 1994, Anak-anak Jalanan Dalam Warta Demografi Tahun ke-24 No. 4 Jakarta, Univesitas Indonesia.
Wibowo, Antonius, 1998. Perlindungan Anak Dalam Respon Vol. 3 No. 3 Jakarta Atmajaya

0 comments: